Tanda Tangan Dipalsukan di Kasus Akulaku, Seorang Ibu Mengaku Dipermainkan Aparat
Seorang Ibu bernama Sabariah Panggabean menuntut perusahaan pembiayaan Akulaku akibat beberapa permasalahan yang terjadi di dalam perjajian kreditnya dengan perusahaan tersebut. Perjanjian kredit pembiayaan konsumsi (Consumer Finance) yang dimulai pada tahun 2019 yang lalu mengalami masalah setelah berjalan beberapa waktu. Diawali dengan kebutuhan Sabariah untuk membiayai kebutuhan pendidikan anaknya yang berkuliah di Kalimantan, Sabaria dan suaminya, Fendi Sinaga berniat mencari pinjaman dengan jaminan kendaraan yang mereka miliki. Hingga pada akhirnya tercapailah kesepakatan dengan Akulaku yang bersedia memberikan pinjaman kepada Sabariah.
“Awalnya berjalan baik, pinjaman yang diajukan pun bisa cair meski dalam kondisi yang sejatinya tidak wajar,” terang Sabaria menceritakan kasus yang menimpanya, Senin (15/5/2023) kepada awak media.
Menurutnya keanehan mulai terasa saat ia telah mencicil sebanyak 6 kali, dan ketika pandemi Covid-19 datang yang menyebabkan usaha Sabariah menjadi terganggu. Berpedoman pada anjuran Presiden kepada perbankan dan lembaga-lembaga pembiayaan, Sabariah berinisiatif untuk meminta keringanan dengan restrukturisasi kredit. Namun ketika proses restrukturisasi tersebut berjalan, kejanggalan demi kejanggalan pun mulai terbuka. Saat berkas perjanjian kredit yang mengikat Sabariah dengan Akulaku dibuka, ternyata perjanjian tersebut cacat hukum akibat ditemukan kesalahan nama suami dari Sabariah yang seharusnya tertulis Fendi Sinaga tetapi tertulis Muhammad Iqbal. Perwakilan dari Akulaku yang dikonfirmasi oleh Sabariah menjelaskan bahwa itu merupakan kesalahan teknis, dalam artian terjadi salah ketik atau salah cetak nama suami dari Sabariah.
Lebih lanjut Sabariah Panggabean menceritakan saat proses pengajuan pinjaman, dia hanya menanda-tangani lembaran bermaterai, sementara perjanjian kredit tersebut tidak bermaterai. Lalu tanda tangan dia dan suami yang tertera dalam berkas tersebut bukanlah tanda-tangan mereka, dan diperkuat dengan hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik.
“Di surat perjanjian kontrak, tanda tangan saya dan suami saya dipalsukan dan nama suami saya diubah menjadi Muhammad Iqbal yang seharusnya Fendi Sinaga. Surat perjanjian tersebut tidak bermaterai, sementara pada saat itu saya dan suami tanda tangan di atas materai,” Ungkapnya.
Kesalahan lainnya, Sabariah mengajukan pinjaman sebesar Rp. 35.000.000,-. Namun nominal yang tertera di dalam perjanjian tersebut ialah sebesar Rp. 39.334..229,-. Saat Sabariah mengonfirmasi hal ini, pihak Akulaku beralasan ini kelebihan uang tersebut digunakan untuk biaya-biaya administrasi seperti biaya jaminan fidusia, asuransi, biaya provisi, dan lain sebagainya, yang seharusnya secara logika hal tersebut sudah masuk ke dalam komponen cicilan. Tidak ada keterangan yang jelas dari pihak Akulaku mengenai komponen biaya-biaya ini bisa muncul tiba-tiba tanpa ada penjelasan di awal sebelum perjanjian terjadi.
Saat uang pinjaman tersebut cair, Sabariah hanya menerima sebesar lebih kurang 29 juta rupiah. Pihak Akulaku beralasan bahwa selisih uang tersebut digunakan pengurusan biaya perpanjangan Pajak Kendaraan Bermotor milik Sabariah yang akan dijaminkan itu. Hal ini sangat disayangkan karena besaran biaya tersebut tidak diberitahukan sedari awal proses ini.
“Saat ini sudah P21 tahap kedua, penyidik mengatakan sudah dikirim ke Kejaksaan dan saat kita ke Kajaksaan sudah dikirim ke Rutan Salemba dengan surat tertanggal 29 Maret s.d 17 April 2023. Semua aparat mempermainkan kamk, baik penyidik.dan kejaksaan,” pungkasnya.
Sementara itu, kasus yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tersebut masuk dalam persidangan memintai keterangan saksi pelapor. Akan tetapi baik pengacara dan saksi pelapor keberatan ikut sidang, karena diakui banyak kejanggalan yang dilakukan penyidik saat memBAP, hingga pemanggilan yang dilakukan kejaksaan.
“Kejanggalan yang fatal, sebelum P-21 masih P-18 saksi pelapor melihat bap nya dari penyidik banyak kata-katanya yang dibuang bahkan parafnya pun di palsukan dan saksi tau dari Jaksa Sudarno namun hal tersebut tidak, sehingga kami menolak sidang, karena BAP nya menjebak klien saya,” ungkap Shinta Lumbangaol, selaku kuasa hukum Sabarian Panggabean dan Fendi Sinaga.
Pada kesempatan lain, pihak Kejaksaan Negeri Pusat, Sudarno mengatakan, jikalau ada hal yang belum tepat di laporan BAP, saksi pelapor bisa menjelaskan di pengadilan.
“Kami sifat nya membantu, jika ada yang tidak pas, silahkan disampaikan di pengadilan. Sangat rugi saksi pelapor jika tak mau mengikuti jadwal sidang yang sudah kami agendakan,” Ujar Sudarno selaku Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tersebut.
Hal itu pun disampaikan Kasintel Kejaksaan Jakarta Pusat, Bani Ginting. Pihaknya bisa menerima komplain dari saksi pelapor. Jika tidak bersedia untuk hadir memberikan keterangan dalam sidang yang sudah dijadwalkan, itu kerugian bagi saksi pelapor.
“Kami berupaya memperlakukan semua kasus itu penting. Kalau komplainnya untuk hasil BAP itu bukan ranah kami. Karena BAP itu dilakukan oleh teman penyidik,” ucap Bani. (TP)