SFV Berbasis UPT Untuk Dongkrak Produktivitas Perikanan
MAROS , Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menetapkan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) Maros sebagai pilot project pengembangan program Smart Fisheries Village (SFV) berbasis unit pelaksana teknis (UPT).
Penetapan unit kerja di bawah Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) tersebut di antaranya untuk meningkatkan produktivitas perikanan serta mendorong kemandirian balai tersebut.
“BRPBAP3 Maros sudah memenuhi kelayakan sebagai SFV UPT BRSDM. BRPBAP3 Maros sudah memiliki prinsip tata kelola kerja dalam menjalankan role model berbasis digital,” ungkap Kepala BRSDM I Nyoman Radiarta dalam siaran resmi KKP, Senin (12/9/2022).
SFV BRPBAP3 Maros terdiri dari empat instalasi, yaitu Instalasi Pembenihan Kabupaten Barru, Instalasi Budidaya Kabupaten Takalar, Instalasi Mina Padi Maros dan Instalasi Tambak Silvofishery Marana Kabupaten Maros.
Balai tersebut juga mengembangkan empat aplikasi mandiri untuk menunjang kinerja, yaitu aplikasi SIPETAK (Sistem Pengelolaan tambak); SIPAYAUJI (Sistem Pelayanan Laboratorium Penguji); SILAHKAN (Sistem Laporan Kegiatan Penyuluhan) dan JALATECH (Aplikasi Monitoring Kualitas Air Online). Aplikasi ini memanfaatkan Internet of Things (IOT) khususnya dalam mengelola perairan tambak udang maupun minapadi.
Lebih lanjut Radiarta menyampaikan, pelaksanaan SFV berbasis UPT yang bertempat di Instalasi Budidaya Kabupaten Takalar, akan dikhususkan pada pengembangan tambak udang vaname yang dikombinasikan dengan teknologi semi intensif, intensif, dan ke depan harapannya dapat mengimplementasikan tambak udang supra intensif.
Nantinya lokasi SFV tersebut juga diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai teaching factory Taruna/i satuan pendidikan KP, sehingga dapat langsung mempraktikkan model budidaya dari pra produksi, produksi hingga pasca produksi.
“Diharapkan seluruh UPT yang tengah mengembangkan SFV untuk turut menyiapkan lokasi praktik dan juga lokasi belajar, ruangan untuk media diskusi antara taruna/i dengan para teknisi tambak sehingga secara simultan terjadi transfer knowledge di dalamnya,” papar Nyoman.
Menurutnya, penetapan calon lokasi SFV menggunakan instrumen yang disusun berdasarkan kriteria SMART (Sustainable, Modernization, Acceleration, Regeneration, and Technology) yang telah ditetapkan. Kriteria tersebut meliputi Smart Governance, Smart Economy, Smart Mobility, Smart Environment dan Smart People.
Pengembangan SFV UPT juga dilaksanakan berbasis pada potensi yang dimiliki BRSDM, oleh sebab itu dalam pengembangannya harus terkoneksi dengan fungsi pendidikan, fungsi pelatihan dan fungsi penyuluhan.
Pemanfaatan di Instalasi Takalar sendiri terdiri dari tiga skema, pertama, SFV berbasis UPT dengan menggunakan anggaran APBN yang dimiliki masing-masing UPT; kedua, bermitra dengan Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP), yang tentunya pelaksanaanya sesuai dengan tupoksi Balai itu sendiri; ketiga, pola kemitraan dengan pihak ketiga atau lebih khususnya dengan swasta, di mana harapannya dapat memberi pengukit lebih besar lagi untuk pelaksanaan budidaya udang vaname berbasis supra intensif.
Sementara itu pada Instalasi Mina Padi Maros seluas 23 hektare, akan difokuskan tak hanya pada pengembangan ikan air tawar tapi juga sebagai lokasi wisata yang mampu menghasilkan PNBP sekaligus menjadi menjadi media promosi terkait beragam inovasi yang dihasilkan BRPBAP3 Maros.
“Kawasan-kawasan SFV yang dikembangkan juga diharap dapat menjadi kawasan on farm practical bagi para penyuluh perikanan dan juga sebagai ajang media pelatihan bagi para instruktur untuk memperkenalkan teknologi yang kita miliki kepada masyarakat,” tegas Nyoman.
Pada kesempatan tersebut, Kepala BRSDM I Nyoman Radiarta, didampingi Kepala Pusat Riset Perikanan, Plt Kepala Pusat Riset Kelautan, Plt. Kepala BRPBAP3 maros serta Direktur Politeknik Bone, turut menebar 2.000 benih Nila di kawasan Mina Padi Maros seluas 1800 meter persegi yang terdiri dari lahan jagung seluas 280 meter, sawah 600 meter, dan cabai 130 meter serta melakukan peninjauan 2 unit kolam bioflok yang berada di tengah lahan sawah, hasil kerjasama antara BRPBAP3 dengan Aquafarm-Kelompok Pembudidaya Milenial Maros.
“Nila merupakan satu jenis ikan yang dapat berasosiasi dengan padi. Sehingga selain pemanfaatan padi, juga ada dampak ataupun penghasilan lain dalam bentuk protein hewani dari ikan. Ini merupakan terobosan yang sangat baik untuk dikembangkan di lahan yang ada di kawasan kantor BRPBAP3 itu sendiri. Kita ingin lahan ini bisa dijadikan sebagai role model pengembangan mina padi termasuk di dalamnya pembuatan pakan mandiri,” ungkap Nyoman.
Sebelumnya, program SFV telah diluncurkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada 2 Agustus lalu saat pembukaan Rapat Kerja Teknis BRSDM di Jakarta. Terdapat dua konsep SFV yakni SFV Desa dan SFV UPT. Program SFV sejalan dengan program prioritas yang telah ditetapkan Menteri Trenggono, khususnya pengembangan perikanan budidaya berbasis ekspor dan pembangunan kampung perikanan berbasis kearifan lokal.