Keberagaman Agama Dan Keyakinan Tercermin Di Film Semesta
Jakarta, Setelah dirilis di Jakarta pada 30 Januari 2020 dan tayang di Netflix sampai 16 Agustus 2022 lalu, film dokumenter SEMESTA untuk pertama kalinya diputar di enam kota, yaitu Jakarta, Aceh, Flores, Bali, Yogyakarta, dan Papua. Pemutaran akan dilakukan mulai September hingga Oktober 2022 dan disertai dengan diskusi dengan mengundang narasumber pembuat film dan tokoh inspirasi.
Film SEMESTA berkisah tentang tujuh sosok dari tujuh provinsi di Indonesia yang bergerak bagaimana merawat alam atas dorongan agama, kepercayaan, dan budaya masing-masing. Ketujuh sosok itu berasal dari Aceh, Jakarta, Yogyakarta, Bali, Kalimantan, Flores, serta Papua. Kehadiran ketujuh sosok ini memang dipilih dengan seksama untuk mewakili manusia dan alam Indonesia yang beragam.
Nicholas Saputra dan Mandy Marahimin, selaku produser dari Talamedia merasa perlu menayangkan kembali film SEMESTA kepada khalayak yang lebih luas lagi, khususnya masyarakat di kota ketujuh sosok di film ini berasal. “Sejak awal pembuatan film ini, kami ingin sekali bisa membawa film ini untuk ditonton di sekolah-sekolah dan di lokasi-lokasi tempat film ini diproduksi. Kami sadar sebagian besar lokasi kami tidak memiliki jaringan bioskop, sehingga pemutaran langsung adalah satu-satunya cara. Sayangnya kemudian kami terkendala pandemi, sehingga pemutaran ini baru bisa dilaksanakan sekarang,” ungkap Mandy Marahimin.
Melalui rangkaian kisah tujuh sosok inspiratif ini, film SEMESTA mengajak kita berkeliling sembari menikmati kebudayaan dan agama di Tanah Air, mulai dari titik ujung barat, yakni Desa Pameu, Aceh, hingga bagian ujung timur Indonesia, tepatnya di Kampung Kapatcol, Papua.
Chairun Nissa, sutradara film SEMESTA, menyambut senang dengan diputar kembali film SEMESTA di ruang-ruang publik, khususnya di enam kota tersebut. “Senang sekali ketika diberitahu film SEMESTA bisa disaksikan oleh para masyarakat di daerah yang kami jadikan lokasi pengambilan gambar dan asal para narasumber yang kisahnya kami angkat dalam film ini,” ungkap Chairun Nissa.
Film ini juga didukung oleh Soraya Cassandra, Marselus Hasan, Agustinus Pius Inam, Almina Kacili, Tjokorda Raka Kerthyasa, Iskandar Waworuntu, dan Muhammad Yusuf sebagai tokoh sentral film ini, Cory Michael Rogers sebagai penulis, Aditya Ahmad sebagai sinematografer, Ahsan Adrian sebagai editor, Indra Perkasa sebagai penata musik, Satrio Budiono, Indrasetno Vyatrantra, dan Hasanudin Bugosebagai penata suara.