13/12/2024
Nasional

Dari Wakatobi Hasilkan Riset dan Inovasi untuk Kelautan dan Perikanan

JAKARTA, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, terkenal akan potensi kelautan, perikanan, dan keindahan pariwisata baharinya yang luar biasa. Tak heran, kabupaten ini dijuluki surga nyata bawah laut di pusat segitiga karang dunia. Berbagai upaya dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di sana, salah satunya di bidang riset dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Kemasyhurannya menyebar hingga ke mancanegara, mengundang masyarakat dunia untuk mengunjunginya, tak hanya karena keindahan alam lautnya, tapi juga riset yang dihasilkan.

Pada 10 Februari lalu, Utusan Khusus Presiden Seychelles untuk ASEAN, Nico Barito, melakukan kunjungan ke Wakatobi, tepatnya di Satuan Kerja (Satker) Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, yaitu Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) dan Akademi Komunitas Kelautan dan Perikanan (AKKP). Hadir pada kunjungan ini Plt. Kepala BRSDM Kusdiantoro dan Wakil Bupati Wakatobi Ilmiati Daud.

Sambil disuguhi pemandangan alam yang menakjubkan, pada kunjungannya ke LPTK Wakatobi, Nico Barito dijelaskan mengenai Wakatobi AIS yang merupakan singkatan dari Wahana Keselamatan dan Pemantauan Objek Berbasis Informasi AIS (Automatic Identification System). Perangkat teknologi ini dikembangkan oleh peneliti dan perekayasa LPTK berupa transmitter AIS portable berukuran kecil yang dirancang untuk meningkatkan keselamatan nelayan, khususnya nelayan kecil, serta meningkatkan keterpantauan kapal perikanan dan mencegah Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing. Adanya Wakatobi AIS dapat memberikan kontribusi dalam agenda KKP untuk mewujudkan Digital Fisheries Indonesia.

Wakatobi AIS diciptakan atas identifikasi terhadap tiga masalah utama yang dihadapi nelayan dalam melaut. Pertama, kurangnya kesiapan operasi nelayan dalam hal penguasaan informasi mengenai kondisi meteorologi di area target penangkapan ikan. Kedua, perlunya peningkatan keterpantauan armada-armada nelayan tradisional oleh otoritas di darat untuk mendukung ekstraksi sumber daya alam yang berkelanjutan, sekaligus sebagai data penting dalam proses rescue saat nelayan mengalami musibah di laut. Ketiga, sulitnya nelayan tradisional dalam mengabarkan kondisi darurat yang mereka alami akibat terbatasnya moda komunikasi di laut, sehingga tertundanya upaya penyelamatan sehingga tak jarang ditemukan kasus nelayan yang hilang atau terdampar saat melaut.

Kusdiantoro mengatakan, riset dan pengembangan SDM yang dilakukan pihaknya ditujukan untuk mendukung tiga program prioritas yang menjadi terobosan KKP. Pertama, penerapan penangkapan ikan terukur di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan untuk keberlanjutan ekologi, peningkatan kesejahteraan nelayan, dan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagai kontribusi peningkatan ekonomi kepada negara. Kedua, pengembangan perikanan budidaya berbasis pada ekspor. Ketiga, pembangunan kampung perikanan budidaya berbasis kearifan lokal. Dalam hal ini Wakatobi AIS mendukung program pertama terkait penangkapan terukur.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono membeberkan dampak positif dari penerapan kebijakan penangkapan terukur, khususnya untuk wilayah timur Indonesia. Mulai dari tumbuhnya usaha baru yang berimbas pada penyerapan tenaga kerja, hingga meratanya pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir sehingga tidak lagi terpusat di Pulau Jawa.

“Melalui penangkapan ikan terukur ini, kita ingin membawa perikanan di tanah air ke dalam era baru yang lebih maju, lebih menyejahterakan, lebih berkeadilan, sekaligus lebih berkelanjutan,” ujar Menteri Trenggono.

“Saya berharap potensi perikanan ini bener-bener dilaksanakan di wilayah tersebut. Jadi bisa kita bayangkan kalau semuanya ada di wilayah itu, maka ekonominya pun tumbuh di sana. Ini merupakan trigger untuk pertumbuhan ekonomi di daerah, sehingga tidak “Jawa sentris”, melainkan menjadi “Indonesia sentris”,” tambahnya.

Wakatobi Sea Bamboo :

Pada kunjungan Nico Barito ke LPTK juga dijelaskan mengenai Wakatobi Sea Bamboo (bambu laut). Seperti Wakatobi AIS, Wakatobi Sea Bamboo juga merupakan singkatan, yaitu Wahana Perekayasaan Teknologi Konservasi Biota Sea Bamboo. Teknologi multilokasi ini bisa diaplikasikan baik pada perairan yang relatif tenang maupun berombak dan berarus kencang sehingga memiliki tingkat survivalitas mencapai 90%. Melalui Teknologi Wakatobi Sea Bamboo, LPTK Wakatobi telah memberikan alternatif untuk mengatasi kendala restorasi bambu laut di Indonesia, baik kendala teknis maupun lokasi.

Wakatobi Sea Bamboo diciptakan bermula dari kekhawatiran akan eksploitasi berlebihan terhadap bambu laut yang dapat mengancam kelestariannya. Dalam rangka upaya perlindungannya sejalan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 46/KEPMEN-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Bambu Laut (Isis spp.) dan Kepmen KP Nomor 8/KEPMEN-KP/2020 tentang Perlindungan Penuh Bambu Laut (Isis spp.), LPTK membangun Wakatobi Sea Bamboo. Peneliti LPTK Sunarwan Asuhadi diagunerahi Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan oleh Presiden Joko Widodo, yang diserahkan Menteri Trenggono pada HUT RI tahun 2021.

Sunarwan dinilai berhasil menginisiasi Wakatobi Sea Bamboo yang memiliki keunggulan struktur yang kuat, terdapat ruang perlindungan biota, aneka formasi substrat, bibit lebih tahan pada perairan berombak dan berarus kencang, sehingga menjaga kelestarian bambu laut, yang memberikan manfaat bagi masyarakat.

Menurut Sunarwan, karya jasa tersebut telah memiliki dampak yang baik antara lain dapat diterapkan di perairan tenang dan berombak atau berarus (skala 7 Beaufort) dengan kecepatan angin kategori kuat (10,8 hingga 13,9 meter per detik) serta ombak mencapai 3-4 m. Selain itu, substrat berbentuk puzle, dapat dibentuk berbagai formasi; memiliki efek perlindungan biota; serta diaplikasikan di lokasi eksitu dan insitu. Pertumbuhan melalui metode ini mencapai 2,5-3 cm per tahun dengan survival rate lebih dari 90%. Biaya wahana insitu pun lebih murah. Tak hanya menunjang sektor kelautan dan perikanan, Wakatobi Bamboo Sea juga menunjang sektor lain, seperti pariwisata.

“Gagasan tentang teknologi Wakatobi Sea Bamboo lahir secara orisinil dari internal Tim LPTK dengan mempertimbangkan karakter lokasi Wakatobi sebagai wilayah pulau-pulau kecil yang dipengaruhi oleh dua musim sekaligus, barat dan timur,” kata Sunarwan.

Usai berdiskusi tentang Wakatobi AIS dan Wakatobi Sea Bamboo, Nico Barito juga mengunjungi inovasi Radar Pantai di LPTK Wakatobi. Selain LPTK, Nico juga selanjutnya melakukan kunjungan ke Satker BRSDM lainnya, AKKP Wakatobi, untuk menyampaikan kuliah umum.