Kisah Penghuni Rusunawa Marunda yang Disegel Karena Menunggak Cicilan
Fajar Metro – Seorang warga Rusunawa Marunda, Jakarta Utara, membandingkan kehidupannya sebelum dan sesudah direlokasi dari kolong jembatan Kampung Walang, Jalan Lodan Raya, Ancol, Pademangan, pada 2017. R (50) Ia mengaku kesulitan mendapatkan penghasilan setelah tinggal di Rusunawa Marunda. “Mending saya tinggal di kolong jembatan lagi, tapi rezeki saya Alhamdulillah, buat makan enak,” ujar R dilansir dari Kompas.com, Sabtu (8/2/2025).
“Pas pindah ke sini, saya enggak bisa apa-apa, enggak bisa bergerak. Sebenarnya, saya mau enggak mau pindah ke sini karena terpaksa. Di sini malah blangsak saya,” tambahnya.
Sebelum direlokasi, R dan suaminya berdagang di kawasan Museum Fatahillah, Kota Tua, Jakarta Barat.
Namun, setelah dipindahkan ke Rusunawa Marunda, mereka tidak bisa lagi berdagang. Jarak yang jauh dari tempat usaha lama menjadi kendala utama, ditambah biaya transportasi yang tidak sebanding dengan penghasilan mereka.
R mengungkapkan bahwa pemerintah sempat menjanjikan tempat usaha dan pekerjaan bagi keluarganya, tetapi janji tersebut tak pernah terwujud. “Saya dijanjikan akan dikasih tempat usaha, pekerjaan untuk anak atau suami. Ternyata semua itu nol, tidak ada,” katanya.
Saat ini, satu-satunya sumber pendapatan R berasal dari anaknya yang bekerja sebagai kernet. “Kalau ada kerjaan, anak saya dikasih Rp 50.000. Itu pun kadang dua atau tiga hari sekali. Itu bukan cukup untuk makan saya dan suami,” ungkapnya.
Selama tujuh tahun terakhir, R tidak mampu membayar cicilan bulanan unitnya di Rusunawa Marunda. Tunggakannya kini mencapai Rp 15 juta. Kesulitan membayar cicilan ini diperparah dengan kondisi suaminya yang menderita diabetes hingga mengalami kelumpuhan.
“Dari pertama datang ke sini, dia memang sudah sakit diabetes, tapi belum lumpuh. Sekarang sudah tidak bisa usaha sama sekali,” jelasnya. Selain merawat suaminya, R juga mengasuh tiga cucunya, termasuk satu anak yang bukan dari keluarga kandungnya, tetapi ia rawat setelah orangtuanya meninggal dunia.
Karena menunggak selama bertahun-tahun, unit tempat tinggal R disegel oleh pihak berwenang lima bulan lalu. Namun, ia dan keluarganya tetap bertahan di dalam rusun tersebut.
“Sampai sekarang masih disegel. Saya diminta bayar, bahkan pernah diberi ultimatum, ‘Kalau enggak bayar, harus keluar’. Tapi saya bilang, ‘Kalau disuruh keluar, saya mau tinggal di mana? Suami saya sakit’,” ujarnya.
Kini, R hanya bisa berharap pemerintah memberikan keringanan terkait tunggakannya, termasuk penghapusan bunga yang terus bertambah bagi para warga yang kesulitan membayar. (yp)