Tuesday, October 3, 2023
Internasional

Ucapan Mundur Trump dan Antiklimaks AS-Iran

Kekhawatiran terjadi perang terbuka antara Amerika Serikat dan Iran sedikit mereda setelah Presiden Donald Trump menyatakan mundur dari konflik.

AS tidak akan menggunakan kekuatan militer untuk membalas serangan rudal dan roket Iran ke basis pasukan mereka di Irak yang diluncurkan sebagai balasan atas kematian jenderal top Qasem Soleimani.

Sejumlah pihak menganggap sikap Trump itu di luar prediksi, karena tidak sedikit yang mengira AS akan merespons lewat serangan lebih dahsyat meski tidak satupun tentara mereka yang tewas akibat rudal Iran.

Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nostalgiawan Wahyudi menilai pernyataan dramatis Trump itu memalukan. Sebab, Trump baru menyatakan tak ingin berperang dengan Iran setelah pasukan AS berhasil membunuh Soleimani.

Namun, Nostalgiawan mengatakan langkah itu diambil Trump bukan karena takut akan pembalasan Iran. Ia menganggap Trump memang tak memiliki uang untuk menggiring AS untuk berperang secara lebih luas lagi dengan Iran.

“Kita tahu bahwa operasi pembunuhan Soleimani diperintahkan Trump tanpa sepengetahuan dan persetujuan Kongres AS. Tanpa persetujuan Kongres AS, anggaran perang tidak akan pernah turun sehingga Trump tidak punya sumber dana untuk berperang lebih jauh dengan Iran,” kata Nostalgiawan saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Senin (13/1).

Sementara, di AS sendiri genderang perang terhadap Iran tidak bersambut, bahkan dikecam. Dewan Perwakilan AS mesti menggelar jajak pendapat demi mencegah Trump berperang dengan Iran.

Selain itu, protes publik AS terhadap pembunuhan Soleimani turut membuat Trump berpikir dua kali untuk terlibat konfrontasi militer lebih jauh lagi dengan Iran.

“Publik AS menolak, mereka tak ingin perang. Publik AS saya rasa dalam keadaan lelah untuk berkonflik. Ini yang juga masuk dalam pertimbangan Trump untuk akhirnya mundur dari konfrontasi dengan Iran,” kata dia.

Nostalgiawan juga mensinyalir bahwa pembunuhan Soleimani hanya upaya Trump untuk mengalihkan isu pemakzulan yang tengah diproses di Senat.

Menurut dia , Trump sengaja membuat keputusan dramatis dengan melakukan penyerangan terhadap Iran demi mengalihkan perhatian publik terutama para pendukung terhadap isu pemakzulan.

Meski tak memiliki modal yang cukup untuk adu kuat dengan Iran, Nostalgiawan menduga Trump tetap akan berupaya menekan Iran dengan serangkaian sanksi.

Ia menganggap Trump melihat sanksi dan embargo lebih efektif melemahkan rezim Iran dari dalam ketimbang harus berperang melalui jalur militer.

Iran Sadar Belum Kuat

Di saat bersamaan, Iran juga menunjukkan sinyal untuk menurunkan tensi. Presiden Iran Hassan Rouhani sepakat bahwa satu-satunya solusi untuk mengakhiri krisis dengan AS adalah dengan penurunan eskalasi.

Akan tetapi, Nostalgiawan menilai Iran juga sama-sama tak memiliki sumber dan kapabilitas yang cukup jika harus berperang dengan AS.

Foto: CNN Indonesia/Fajrian

Iran memang sempat bersikap agresif dengan menyerang sejumlah basis militer dan kedubes AS di Irak dengan sejumlah rudal serta roket.

Namun, kata dia, serangan-serangan itu tak cukup membuat kalap AS lantaran belasan rudal dan roket Iran tak memakan korban atau kerusakan yang hebat.

Hal itulah yang membuat Iran berpikir dua kali untuk mengerahkan kekuatan militer.

Terlebih, kenyataan pahit bahwa militer Iran tak sengaja menembak jatuh pesawat komersial Ukraina hingga menewaskan seluruh penumpang dan awak.

Insiden yang menimpa pesawat Ukraine International Airlines itu membuat pemerintahan Hassan Rouhani menghadapi rasa malu dan protes dari publik sendiri.

Senada dengan Nostalgiawan, Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan (UPH), Aleksius Jemadu, memprediksi Iran tak akan meluncurkan serangan lebih besar lagi untuk membalas AS setelah mengetahui bahwa alutsista mereka terbukti memiliki akurasi yang buruk.

Selain itu, menurut Aleksius perekonomian Iran yang melambat di tengah sanksi internasional membuat pilihan untuk mengerahkan opsi militer tidak lah mudah.

“Berperang itu membutuhkan modal dan perekonomian Iran sedang melemah membuat pilihan untuk meneruskan cara militer tidak gampang bagi Iran,” kata Aleksius.

Meski begitu, keengganan kedua negara ini berperang bukan berarti menandai eskalasi AS-Iran berakhir.

Menurut dia, relasi AS-Iran akan kembali ke status quo, di mana kedua negara akan terus berselisih dan tak jarang saling melontarkan ancaman.

“Kecil kemungkinan pernyataan Trump ini mengakhiri eskalasi AS-Iran.”

Semua akan kembali pada status quo di mana Iran ke depan akan terus memperluas pengaruh di kawasan dan lakukan proxy war, sementara AS akan sebisa mungkin menekan Iran dengan berbagai cara termasuk sanksi.

(sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20200114130144-134-465193/ucapan-mundur-trump-dan-antiklimaks-as-iran)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *